Senin, 7 November 2022 – 08:27 WIB
VIVA Digital – Budaya pamer atau flex culture merupakan salah satu dampak buruk dari perkembangan media sosial. Semakin maraknya flex culture memberi pengaruh buruk terhadap mental dan rasa percaya diri orang lain.
“Kita juga melihat masih terus menghadapi masalah dengan adanya media sosial, termasuk yang akhir-akhir muncul fenomena flex culture,” kata Director and Chief Regulatory Officer Indosat Ooredoo Hutchison Muhammad Danny Buldansyah, di Jakarta, Minggu, 6 November 2022.
Kemudahan teknologi, termasuk media sosial, memang membuat banyak orang lebih aktif membuat konten di media sosial. Tapi sayang, tak sedikit orang yang membuat dan membagikan konten-konten negatif. Salah satunya flex culture.
Meningkatnya flex culture ditandai semakin maraknya orang-orang yang lebih mementingkan diri sendiri dengan pamer melalui media sosial. Yang lebih memprihatinkan, banyak anak-anak muda yang terjebak dalam budaya pamer.
“Banyak anak-anak generasi Z kerap memamerkan dan menyombongkan diri baik untuk kekayaan. Ini justru memberi dampak negatif,” tutur Danny. Padahal, lanjut dia, flex culture sangat berbahaya, terutama bagi generasi Z.
Budaya pamer membuat orang lain merasa kurang dan menyebabkan perasaan fear of missing out (FOMO) mempengaruhi rasa percaya diri dan pada akhirnya mempengaruhi produktivitas dan kesehatan mental.
Sumber: www.viva.co.id